PARIS -
Para fisikawan yang didukung oleh Departemen Pertahanan AS, hari Rabu (4/1/2012), menyatakan berhasil menemukan sebuah alat yang mampu membuat satu kejadian tak terdeteksi. Alat yang disebut "selubung waktu" (time cloak) itu memiliki prospek penggunaan untuk meningkatkan keamanan komunikasi melalui serat optik.
Perangkat, yang masih berada dalam skala laboratorium tersebut, memanipulasi aliran cahaya sehingga dalam waktu sepersekian detik, satu kejadian bisa tak terdeteksi. Hasil penelitian itu diterbitkan dalam jurnal ilmiah *Nature*.
"Penemuan ini mewakili satu langkah penting ke depan dalam membuat satu perangkat selubung ruang-waktu," ungkap studi yang dipimpin oleh Moti Fridman, fisikawan dari Cornell University, New York. Prinsip dasar alat ini adalah fakta bahwa cahaya bergerak dengan kecepatan yang sedikit berbeda-beda untuk frekuensi (warna) cahaya yang berbeda. Kecepatan cahaya warna biru, misalnya, berbeda dengan kecepatan cahaya warna merah.
Proses selubung temporal ini dimulai dengan memancarkan sinar cahaya hijau melalui kabel serat optik. Sinar tersebut kemudian dilewatkan lensa dua arah yang memecah cahaya hijau ini menjadi dua cahaya dengan frekuensi berbeda, yakni cahaya kebiruan yang bergerak lebih cepat, dan cahaya kemerahan yang bergerak lebih pelan. Perbedaan kecepatan yang sangat kecil ini diperkuat dengan meletakkan rintangan transparan di lintasan dua berkas cahaya tersebut, sehingga tercipta jeda waktu yang cukup besar antara dua berkas cahaya. Saat ini, jeda waktu yang berhasil diperoleh masih sangat kecil, yakni sebesar 50 picodetik (seperlimapuluh juta juta detik).
Namun, jeda waktu tersebut sudah cukup besar untuk menembakkan satu pulsa sinar laser dengan frekuensi berbeda di antara dua berkas sinar yang lewat tersebut.
Setelah itu, kedua sinar biru dan merah di lewatkan rintangan transparan yang kini akan memperlambat sinar biru dan mempercepat sinar merah, sehingga dua berkas sinar akan kembali berjalan dengan kecepatan sama. Sebelum akhirnya dua berkas sinar itu disatukan kembali dengan sebuah lensa menjadi sinar hijau lagi seperti semula. Dengan demikian, pengamat di ujung serat optik tersebut tak akan bisa mendeteksi pulsa sinar laser yang ditembakkan tadi.
Menurut pakar optika Robert Boyd dan Zhimin Shi dari University of Rochester, proses tersebut bisa dianalogikan dengan arus lalu lintas yang terputus saat ada kereta api lewat di perlintasan sebidang. Saat ada kereta lewat, pintu perlintasan tertutup, sehingga arus lalu lintas terputus. Mobil-mobil yang sempat melewati pintu perlintasan sebelum tertutup akan terus melaju, meninggalkan mobil-mobil yang harus berhenti setelah pintu tertutup, sehingga menciptakan ruang kosong di antara dua kelompok mobil tersebut.
Namun, setelah kereta lewat dan pintu terbuka lagi, mobil-mobil di belakang akan menambah kecepatan untuk menyusul mobil-mobil di depan, sehingga arus lalu lintas akan kembali tersambung. Pengamat di depan tak bisa mendeteksi bahwa arus tersebut sempat terputus dan ada rangkaian kereta api lewat di antara dua kelompok mobil. Saat ini, para ilmuwan tersebut berusaha membuat jeda waktu antara dua berkas cahaya itu makin lebar, mungkin hingga ke hitungan mikrodetik (seperjuta detik) atau milidetik (seperseribu detik).
Teknik ini akan meningkatkan keamanan komunikasi melalui serat optik, karena data bisa dikirim dengan cara dipecah menjadi berkas cahaya berbagai frekuensi yang bergerak sendiri-sendiri dengan kecepatan berbeda, sehingga akan mempersulit penyadapan di tengah.